Sabtu, 16 Februari 2008

Hadits Lemah yang Cukup Sering Ana Dengar

Innalhamdalillah, nahmaduhu, wanasta'inuhu, wastaghfiruh. Wa min syururri anfusina, wa min sayyiati a'malina. manyahdihillahu falaa mudhillalah, wa manyuhdlil falaa haadiyala. Asyhaduan laa illaha illallah, wa asyhaduanna Muhammadan 'abduhu warosuluh.

Kali ini, ana akan tulis beberapa buah hadits yang sudah cukup sering ana dengar, ana dapat status hadits ini dari bukunya ust. Abdul Hakim, yang reviewnya ana tulis di friendster.

Pertama, hadits yang sudah beberapa kali ana dengar telah disampaikan oleh penceramah ketika membahas tentang jihad, arti haditsnya adalah sebagai berikut

"Kita kembali dari jihad yang kecil menuju kepada jihad yang besar".

Hadits di atas TIDAK ADA ASALNYA! Sebagaimana telah diterangkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam kitabnya Al Furqan baina Auliair Rahman wa Auliasy Syaithan.

Ust. Abdul Hakim berkata, hadits di atas ditemukan dalam kitab Ihya' al-Gazhali, oleh al-Gazhali, kata - kata yang dianggap hadits tersebut disandarkan pada Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam. Dan pada bagian lain dari kitab tersebut ust. Abdul Hakim mendapati al-Gazhali mengatakan, yang artinya :

Dan telah bersabda Nabi kita Shallallaahu 'alaihi wa sallam kepada satu kaum yang baru datang dari peperangan:

"Selamat datang! Kamu telah kembali dari jihad yang kecil menuju kepada jihad yang besar." Beliau (rasulullah) ditanya, "Ya Rasulullah, apakah jihad yang besar itu?" Jawab beliau, "Jihadun nafs (jihad melawan hawa nafsu)."

Hadits tidak ada asalnya di atas, memiliki beberapa dampak yang sangat buruk bagi kaum muslimin, ana akan salinkan 2 dampak yang telah ust. Abdul Hakim tulis dalam bukunya.

  • Melemahkan semangat jihad umat Islam karena semuanya itu (jihad dengan peperangan) adalah jihad "kecil" (dianggap kecil, karena isi dari perkataan tanpa asal di atas)! Meskipun negara dan harta - harta mereka telah dirampas, darah mereka ditumpahkan serta kehormatan mereka ditanggalkan?
  • Mengecilkan jihad. Karena peperangan - peperangan besar di jaman Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam, seperti perang Badar dan Tabuk telah dinamakan "jihad kecil", maka bagaimana dengan jihad - jihad sesudahnya? bukankah semakin kecil, ataukah dianggap tidak ada artinya sama sekali??
Yang kedua, ana akan nukilkan (ambilkan langsung) sebuah hadits yang ana rasa cukup terkenal, biasanya disampaikan ketika ada perbedaan pendapat dari madhzab yang 4 (Maliki, Syafi'i, Hanafi, Hanbali), yaitu (yang dianggap sebagai) hadits yang artinya

"Perselisihan umatku adalah rahmat".

Kata - kata diatas tertulis dalam kitab Ihya' al-Gazhali dan beliau sandarkan pada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Status hadits ini adalah TIDAK ADA ASALNYA!. as Subki berkata "Tidak ma'ruf di sisi ahli hadits. Dan aku tidak mendapatkan sanadnya baik yang shahih, dla'if, maupun maudlu'".

Dinukil juga oleh al-Munawi di kitabnya Faidhul Qadir Syarah Jaamiush Shagir (juz 1 hal. 212). Lalu al-Albani juga menukilnya di kitab Dha'ifah-nya (no. 57). Menurut ust. Abdul Hakim, makna kalimat di atas bertentangan dengan ketentuan al-Kitab dan Sunnah serta kaidah - kaidah Agama, Karena, jika perselisihan adalah rahmat, maka pemahaman terbaliknya adalah persatuan adalah adzab??

Itulah, yang sementara ini ana dapat sampaikan, ana ambil pembahasan ini dari kitab Hadits - Hadits Dla'if dan Maudlu' karya ust. Abdul Hakim Bin Amir Abdat. Semoga bermanfaat buat antum.

SUBHANAKALLAHUMMA WABI HAMDIKA, ASYHADU ANLAA ILAAHA ILLA ANTA, ASTAGHFIRUKA WA-ATUBU ILAIKA

Kamis, 07 Februari 2008

Melagukan Bacaan al-Quran

Innalhamdalillah, nahmaduhu, wanasta'inuhu, wastaghfiruh. Wa min syururri anfusina, wa min sayyiati a'malina. manyahdihillahu falaa mudhillalah, wa manyuhdlil falaa haadiyala. Asyhaduan laa illaha illallah, wa asyhaduanna Muhammdan 'abduhu warosuluh.

Kali ini, ana akan sajikan artikel tentang hukum melagukan al-Quran, dan beberapa kesalahan yang sering terjadi, agar kita dapat berhati – hati dalam mengamalkannya.

disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam Tafsirul Qur'aanii 'Azhim bahwa
“Bukanlah termasuk golongan kami, orang yang tidak memperindah bacaan al-Quran ...”
Tentang ini Abu Musa Asy’ari berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

“Sekiranya aku tahu bahwa anda mendengarkan bacaanku, tentulah akan kuperbagus suaraku” [1]

Sayangnya, saat ini terdapat beberapa kebiasaan yang keliru ditengah masyarakat dalam memperindah bacaan al-Quran, berikut ini akan ana sebutkan beberapa bentuk kesalahannya,
  1. Memperindah bacaan al-Quran dengan nada – nada lagu yang diolah dan dipadukan ketika membaca al-Quran yang suci.
  2. Memaksakan diri dengan nada – nada tinggi, sehingga sebagian qari nasional pernah mengalami hernia karena membacanya seperti itu, padahal Islam melarang segala sesatu yang berlebihan, termasuk dalam membaca al-Quran.
  3. Memaksa membaca beberapa ayat dengan satu nafas, hal ini juga berlebihan, bahkan bertentangan dengan cara Nabi Shallallahu 'Alahi Wa Sallam dalam membaca ayat, Nabi Shallallahu 'Alahi Wa Sallam berhenti setiap satu ayat.
  4. Sering dilakukan oleh para muslimah dengan suara yang keras, sehingga dapat didengar oleh orang yang bukan mahramnya (sama halnya dengan rekaman suara). Padahal, haram bagi muslimah untuk memperindah suaranya, kecuali kepada mahramnya.
  5. Membaca al-Quran dengan duet! seperti layaknya orang yang sedang menyanyikan lagu. Ini tidak pernah diajarkan oleh Nabi Shallallahu 'Alahi Wa Sallam! Hal ini juga merupakan pelecehan terhadap al-Quran yang suci.

Berikut ini, ana juga akan sebutkan beberapa penyimpangan yang dilakukan oleh banyak orang, bahkan, seakan – akan sudah menjad budaya, yang sesat dan menyesatkan. Ana berlindung kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala dari hal – hal semacam ini. Berbagai macam bentuknya adalah sebagai berikut,
  1. Membaca al-Quran di atas kuburan! Mengapa dilakukan di atas kuburan? Kalau ganjarannya sama dengan membacanya di rumah, lalu mengapa dilakukan di atas kubutan?? Jika ganjarannya dianggap berbeda, atau membaca di kuburan dianggap lebih utama, mana dalilnya?? Bila tidak ada dalil, maka hal itu termasuk tindakan mengeramatkan kuburan, hal ini dilarang!
  2. Sebagian orang membaca al-Quran dengan beramai – ramai. Hal ini, selain tidak ada contoh dari Nabi Shallallahu 'Alahi Wa Sallam dan para sababatnya, juga bertentangan dengan adab membaca al-Quran dalam Islam! Nabi Shallallahu 'Alahi Wa Sallam hanya mencontohkan, Nabi membaca dan para sahabat mendengarkan, atau salah satu sahabat membaca dan Nabi beserta sahabat lain mendengarkan. Kalau semua membaca.. lalu siapa yang mendengarkan??
  3. Sebagian orang memberi upah orang lain untuk membaca al-Quran, ini jelas haram! Ada beberapa dalil yang secara tegas mengharamkan orang yang mengambil upah dari membaca al-Quran. Yang diperbolehkan adalah mengobati orang dengan ruqyah, tentunya dengan cara yang disyari'atkan, dimana di dalamnya terdapat pembacaan al-Quran untuk pengobatan. Dalam ruqyah, boleh mengambil upah.
  4. Sebagian membaca dan menghapal al-Quran di atas kuburan! Dengan niatan agar cepat hapal di luar kepala. Hal ini juga termasuk bentuk pengeramatan terhadap kuburan yang tentunya memuat unsur kesyirikan, na'udzubillah.

Dan mungkin masih ada lagi bentuk – bentuk kekeliruan yang ada di masyarakat saat ini. Lalu, bagaimana cara menghindari yang belum kita ketahui??

Caranya adalah dengan menanyakan dalil sebelum melakukan sesuatu yang baru saja kita ketahui, dan itu memiliki unsur ibadah (mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala). Ada satu kaidah yang para ulama gunakan dan sangat bagus untuk melindungi diri dari hal – hal seperti itu yaitu “Kalau sekiranya perbuatan itu baik, sudah pasti para sahabat telah mendahului kita melakukannya”.
Siapakah generasi terbaik umat Islam??? Yaitu para sahabat, tabi'in dan tabi'ut tabi'in, kalau generasi itu sudah dipastikan sebagi generasi terbaik, mengapa mengada – ada sesuatu yang tidak mereka contohkan dan menyandarkan semua itu sebagi ibadah?


SUBHANAKALLAHUMMA WABI HAMDIKA, ASYHADU ANLAA ILAAHA ILLA ANTA, ASTAGHFIRUKA WA-ATUBU ILAIKA
------
Diringkas dengan penambahan dari elFata edisi 11 volume 07, tahun 2007.
------
Foot note:
[1]. Hadits Riwayat Baihaqi dalam Syahadat Bab Memperbagus suara dalam membaca Al-Qur’an 10/231, Abu Ya’la 13/266 (7279).

Rabu, 06 Februari 2008

Hukum merayakan Hari Valentine

Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin


Pertanyaan:
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Akhir-akhir ini telah merebak perayaan valentin's day -terutama di kalangan para pelajar putri-, padahal ini merupakan hari raya kaum Nashrani. Mereka mengenakan pakaian berwarna merah dan saling bertukar bunga berwarna merah.. Kami mohon perkenan Syaikh untuk menerangkan hukum perayaan semacam ini, dan apa saran Syaikh untuk kaum muslimin sehubungan dengan masalah-masalah seperti ini. Semoga Allah menjaga dan memelihara Syaikh.

Jawaban

Tidak boleh merayakan valentin's day karena sebab-sebab berikut:


Pertama: Bahwa itu adalah hari raya bid'ah, tidak ada dasarnya dalam syari'at.


Kedua: Bahwa itu akan menimbulkan kecengengen dan kecemburuan.


Ketiga: Bahwa itu akan menyebabkan sibuknya hati dengan perkara-perkara
bodoh yang bertolak belakang dengan tuntunan para salaf.


Karena itu, pada hari tersebut tidak boleh ada simbol-simbol perayaan, baik berupa makanan, minuman, pakaian, saling memberi hadiah, ataupun lainnya.


Hendaknya setiap muslim merasa mulia dengan agamanya dan tidak merendahkan diri dengan menuruti setiap ajakan. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala melindungi kaum muslimin dari setiap fitnah, baik yang nyata maupun yang tersembunyi, dan semoga Allah senantiasa membimbing kita dengan bimbingan dan petunjukNya.



Fatawa Syaikh Ibnu Utsaimin, tanggal 5/11/1420 H yanq beliau tandatangani.

---------------------------------------------------------------------------------------------------------

HUKUM MERAYAKAN VALENTINE'S DAY


Oleh

Al-Lajnah Ad-Da' imah lil Buhuts Al-'Ilmiyah wal Ifta'

Pertanyaan

Al-Lajnah Ad-Da' imah lil Buhuts Al-'Ilmiyah wal Ifta' ditanya : Setiap tahunnya, pada tanggal 14 Februari, sebagian orang merayakan valentin's day. Mereka saling betukar hadiah berupa bunga merah, mengenakan pakaian berwarna merah, saling mengucapkan selamat dan sebagian toko atau produsen permen membuat atau menyediakan permen-permen yang berwarna merah lengkap dengan gambar hati, bahkan sebagian toko mengiklankan produk-produknya yang dibuat khusus untuk hari tersebut. Bagaimana pendapat Syaikh tentang:


Pertama: Merayakan hari tersebut?

Kedua: Membeli produk-produk khusus tersebut pada hari itu?
Ketiga: Transaksi jual beli di toko (yang tidak ikut merayakan) yang menjual barang yang bisa dihadiahkan pada hari tersebut, kepada orang yang hendak merayakannya?
Semoga Allah membalas Syaikh dengan kebaikan.

Jawaban.

Berdasarkan dalil-dalil dari Al-Kitab dan As-Sunnah, para pendahulu umat sepakat menyatakan bahwa hari raya dalam Islam hanya ada dua, yaitu Idul Fithri dan Idul Adha, selain itu, semua hari raya yang berkaitan dengan seseorang, kelompok, peristiwa atau lainnya adalah bid'ah, kaum muslimin tidak boleh melakukannya, mengakuinya, menampakkan kegembiraan karenanya dan membantu terselenggaranya, karena perbuatan ini merupakan perbuatan yang melanggar batas-batas Allah, sehingga dengan begitu pelakunya berarti telah berbuat aniaya terhadap dirinya sendiri. Jika hari raya itu merupakan simbol orang-orang kafir, maka ini merupakan dosa lainnya, karena dengan begitu berarti telah bertasyabbuh (menyerupai) mereka di samping merupakan keloyalan terhadap mereka, padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala telah melarang kaum mukminin ber-tasyabbuh dengan mereka dan loyal terhadap mereka di dalam KitabNya yang mulia, dan telah diriwayatkan secara pasti dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda,

"Artinya : Barangsiapa menyerupai suatu kaum, berarti ia termasuk golongan mereka" [1]


Valentin's day termasuk jenis yang disebutkan tadi, karena merupakan hari raya Nashrani, maka seorang muslim yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir tidak boleh melakukannya, mengakuinya atau ikut mengucapkan selamat, bahkan seharusnya me-ninggalkannya dan menjauhinya sebagai sikap taat terhadap Allah dan RasulNya serta untuk menjauhi sebab-sebab yang bisa menimbulkan kemurkaan Allah dan siksaNya. Lain dari itu, diharamkan atas setiap muslim untuk membantu penyelenggaraan hari raya tersebut dan hari raya lainnya yang diharamkan, baik itu berupa makanan, minuman, penjualan, pembelian, produk, hadiah, surat, iklan dan sebagainya, karena semua ini termasuk tolong menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan serta maksiat terhadap Allah dan RasulNya, sementara Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman,


"Artinya : Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksaNya" [Al-Ma'idah : 2]


Dari itu, hendaknya setiap muslim berpegang teguh dengan Al-Kitab dan As-Sunnah dalam semua kondisi, lebih-lebih pada saat-saat terjadinya fitnah dan banyaknya kerusakan. Hendaknya pula ia benar-benar waspada agar tidak terjerumus ke dalam kese-satan orang-orang yang dimurkai, orang-orang yang sesat dan orang-orang fasik yang tidak mengharapkan kehormatan dari Allah dan tidak menghormati Islam. Dan hendaknya seorang muslim kembali kepada Allah dengan memohon petunjukNya dan keteguhan didalam petunjukNya. Sesungguhnya, tidak ada yang dapat memberi petunjuk selain Allah dan tidak ada yang dapat meneguhkan dalam petunjukNya selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hanya Allah lah yang kuasa memberi petunjuk.


Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.


Fatawa Al-Lajnah Ad-Da' imah lil Buhuts Al-'Ilmiyah wal Ifta' (21203) tanggal 22/11/1420H.


[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penyusun Khalid Al-Juraisiy, Penerjmah Musthofa Aini Lc. Penerbit Darul Haq]


ARTIKEL INI KEMAS SALIN DARI
[w][w][w][dot]ALMANHAJ[dot]OR[dot]ID

_________

Foot Note
[1]. HR. Abu Dawud dalam Al-Libas (4031), Ahmad (5093, 5094, 5634).

Apakah hati mengalahkan perintah Allah?

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Ini, aku dapet artikel yang cukup menarik (khususnya buat akhwat) dari situs jilbab.or.id.

Ah, yang Penting kan Hatinya!
Posted on October 10th, 2006 by

Banyak syubhat di lontarkan kepada kaum muslimah yang ingin berjilbab. Syubhat yang 'ngetrend' dan biasa kita dengar adalah " Buat apa berjilbab kalau hati kita belum siap, belum bersih, masih suka 'ngerumpi' berbuat maksiat dan dosa-dosa lainnya, percuma dong pake jilbab! Yang penting kan hati! lalu tercenunglah saudari kita ini membenarkan pendapat kawannya tadi.

Syubhat lainnya lagi adalah " Liat tuh kan ada hadits yang berbunyi: Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk(rupa) kalian tapi Allah melihat pada hati kalian..!. Jadi yang wajib adalah hati, menghijabi hati kalau hati kita baik maka baik pula keislaman kita walau kita tidak berkerudung!. Benarkah demikian ya ukhti,, ??

Saudariku muslimah semoga Allah merahmatimu, siapapun yang berfikiran dan berpendapat demikian maka wajiblah baginya untuk bertaubat kepada Allah Ta'ala memohon ampun atas kejahilannya dalam memahami syariat yang mulia ini. Jika agama hanya berlandaskan pada akal dan perasaan maka rusaklah agama ini. Bila agama hanya didasarkan kepada orang-orang yang hatinya baik dan suci, maka tengoklah disekitar kita ada orang-orang yang beragama Nasrani, Hindu atau Budha dan orang kafir lainnya liatlah dengan seksama ada diantara mereka yang sangat baik hatinya, lemah lembut, dermawan, bijaksana. Apakah anda setuju untuk mengatakan mereka adalah muslim? Tentu akal anda akan mengatakan "tentu tidak! karena mereka tidak mengucapkan syahadatain, mereka tidak memeluk islam, perbuatan mereka menunjukkan mereka bukan orang islam. Tentu anda akan sependapat dengan saya bahwa kita menghukumi seseorang berdasarkan perbuatan yang nampak(zahir) dalam diri orang itu.

Lalu bagaimana pendapatmu ketika anda melihat seorang wanita di jalan berjalan tanpa jilbab, apakah anda bisa menebak wanita itu muslimah ataukah tidak? Sulit untuk menduga jawabannya karena secara lahir (dzahir) ia sama dengan wanita non muslimah lainnya.Ada kaidah ushul fiqih yang mengatakan "alhukmu ala dzawahir amma al bawathin fahukmuhu "ala llah' artinya hukum itu dilandaskan atas sesuatu yang nampak adapun yang batin hukumnya adalah terserah Allah.

Rasanya tidak ada yang bisa menyangsikan kesucian hati ummahatul mukminin (istri-istri Rasulullah shalallahu alaihi wassalam) begitupula istri-istri sahabat nabi yang mulia (shahabiyaat). Mereka adalah wanita yang paling baik hatinya, paling bersih, paling suci dan mulia. Tapi mengapa ketika ayat hijab turun agar mereka berjilbab dengan sempurna (lihat QS: 24 ayat 31 dan QS: 33 ayat 59) tak ada satupun riwayat termaktub mereka menolak perintah Allah Ta'ala. Justru yang kita dapati mereka merobek tirai mereka lalu mereka jadikan kerudung sebagai bukti ketaatan mereka.Apa yang ingin anda katakan? Sedangkan mengenai hadits diatas, banyak diantara saudara kita yang tidak mengetahui bahwa hadits diatas ada sambungannya. Lengkapnya adalah sebagai berikut:

"Dari Abu Hurairah, Abdurrahman bin Sakhr radhiyallahu anhu dia berkata, Rasulullah bersabda: "Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk tubuh-tubuh kalian dan tidak juga kepada bentuk rupa-rupa kalian, tetapi Dia melihat hati-hati kalian "(HR. Muslim 2564/33).

Hadits diatas ada sambungannya yaitu pada nomor hadits 34 sebagai berikut:

"Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada bentuk rupa kalian dan juga harta kalian, tetapi Dia melihat hati dan perbuatan kalian. (HR.Muslim 2564/34).

Semua adalah seiring dan sejalan, hati dan amal. Apabila hanya hati yang diutamakan niscaya akan hilanglah sebagian syariat yang mulia ini. Tentu kaum muslimin tidak perlu bersusah payah menunaikan shalat 5 waktu, berpuasa dibulan Ramadhan, membayar dzakat dan sedekah atau bersusah payah menghabiskan harta dan tenaga untuk menunaikan ibadah haji ketanah suci Mekah atau amal ibadah lainnya. Tentu para sahabat tidak akan berlomba-lomba dalam beramal (beribadah) cukup mengandalkan hati saja, toh mereka adalah sebaik-baik manusia diatas muka bumi ini. Akan tetapi justru sebaliknya mereka adalah orang yang sangat giat beramal tengoklah satu kisah indah diantara kisah-kisah indah lainnya. Urwah bin Zubair Radhiyallahu anhu misalnya, Ayahnya adalah Zubair bin Awwam, Ibunya adalah Asma binti Abu Bakar, Kakeknya Urwah adalah Abu Bakar Ash-Shidik, bibinya adalah Aisyah Radhiyallahu anha istri Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam. Urwah lahir dari nasab dan keturunan yang mulia jangan ditanya tentang hatinya, ia adalah orang yang paling lembut hatinya toh masih bersusah payah giat beramal, bersedekah dan ketika shalat ia bagaikan sebatang pohon yang tegak tidak bergeming karena lamanya ia berdiri ketika shalat. Aduhai,..betapa lalainya kita ini,..banyak memanjangkan angan-angan dan harapan padahal hati kita tentu sangat jauh suci dan mulianya dibandingkan dengan generasi pendahulu kita. Wallahu'alam bish-shawwab.

Muraja'ah oleh ust. Eko Hariyanto Lc
*Mahasiswa paska sarjana Fakultas Syari'ah Universitas Imam Ibnu Saud, Riyadh,KSA.